Selasa, 25 Mei 2010

DAKWAH DAN TEKNOLOGI INFORMASI

Salah satu karakteristik khusus nabi Muhammad saw dibandingkan dengan nabi dan rasul yang lain adalah karena nabi Muhammad saw diutus Allah SWT tidak hanya bagi bangsa Arab, tempat beliau diutus, tapi juga bagi seluruh manusia. Allah SWT berfirman:


وَمَا أَرْسَلْنكَ إِِلاَّ رَحْمَةً لِلْعلَمِيْنَ



“Dan tidaklah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”(QS. Al-Anbiya:107)



Hal ini berbeda dengan para nabi dan rasul lainnya yang hanya diutus khusus untuk kaumnya saja. Sebagaimana sabda rasul saw yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari:



.... وَكَانَ النَّبِىُّ يُبْعَثُ فِى قَوْمِهِ خَاصَّةً وَبُعِثْتُ إِلَى النَّاسِ عَامَّةً



“…..Para nabi diutus khusus kepada kaumnya, sedang aku diutus untuk seluruh manusia”( Abu Abdullah Muhammad bin Ismail al Bukhari, Shahih al Bukhari, Riyadh: Darus Salam, 1997, hal. 72)



Oleh karena itulah Islam adalah risalah yang mendunia (universal), karena lebih dari 10 ayat Makiyyah menyatakan hal tersebut. Sifat Islam yang mendunia ini kemudian diwujudkan oleh rasul saw dengan cara mendakwahkannya kepada seluruh manusia dan ke seluruh tempat yang dapat beliau capai. Pengutusan duta Islam seperti Mushab bin Umair al-Abdary ke Madinah dan Muaz bin Jabal ke Yaman untuk mendakwahkan Islam, serta pengiriman surat yang ditujukan kepada beberapa raja untuk menyeru mereka agar masuk Islam adalah contohnya (Shafiyyur-Rahman al-Mubarakfury, ar-Rahiq al Makhtum, Beirut: Muassasah ar Risalah, 1999, hal. 144 dan 350).

Tugas menyebarkan Islam ke seluruh manusia dan ke seluruh tempat tentu tidak bisa diamanahkan hanya kepada rasul saw saja, mengingat umur beliau saw yang terbatas. Oleh karena itulah, tugas itu kemudian di amanahkan beliau saw kepada umatnya. Mohammad Natsir menulis bahwa pada khutbah wada rasul saw mewasiatkan supaya yang sudah menyaksikan menyampaikan kepada yang tidak hadir. Yang sudah mendengar menyampaikan kepada yang belum mendengar. Yang sudah tahu menyampaikan kepada yang belum tahu, dimanapun mereka berada, turun-temurun terus menerus dari masa kemasa.

Maka umat Islam seluruhnya adalah pendukung amanah, untuk meneruskan risalah dengan dakwah; ia memiliki kewajiban berdakwah baik sebagai ummat kepada ummat-ummat yang lain, ataupun selaku perseorangan kepada orang lain di manapun ia berada, menurut kemampuannya masing-masing (Mohammad Natsir, Fiqhud Da’wah, Jakarta: Media Da’wah, 2000, Cet:XI, hal. 109).

Dakwah yang universal ini memerlukan berbagai sarana yang komunikatif dalam penyampaiannya, agar dakwah yang dilakukan berjalan efektif dan efisien. Maka sebagaimana yang dikatakan A. Hasjmy, para juru dakwah memerlukan media dan sarana, membutuhkan alat dan medan (A. Hasjmy, Dustur Dakwah Menurut al-Quran, Jakarta: Bulan Bintang, 1994, Cet:III, hal. 249).

Media dan sarana yang dapat digunakan untuk berdakwah tentu bisa berubah-rubah, sesuai dengan kemajuan zaman. Karena menurut Yusuf Qaradhawi, “Isi dari dakwah adalah tetap, tidak berubah, sedang media dan sarananya berubah dan berkembang sesuai dengan perkembangan kehidupan dan ilmu pengetahuan umat manusia. Maka dalam berdakwah kita wajib membuat dan menggunakan sarana yang sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi”( Yusuf Qaradhawi, Op.Cit, hal. 163).

Sarana untuk berdakwah yang sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi itu kini dikenal dengan nama "teknologi komunikasi", adalah peralatan perangkat keras dalam sebuah struktur organisasi yang mengandung nilai-nilai sosial, yang memungkinkan setiap individu mengumpulkan, memproses dan saling tukar informasi dengan individu-individu lain.

Para ahli komunikasi mengatakan bahwa teknologi komunikasi memiliki empat ciri, yaitu pertama, teknologi komunikasi adalah alat. Kedua, teknologi komunikasi dilahirkan oleh sebuah struktur ekonomi, sosial dan politik. Ketiga, teknologi komunikasi membawa nilai-nilai yang berasal dari struktur ekonomi, sosial dan politik tertentu. Keempat, teknologi komunikasi meningkatkan kemampuan manusia, terutama kemampuan mendengar dan melihat.

Perkembangan teknologi komunikasi sangat tergantung pada perkembangan teknologi elektronika. Dengan bantuan teknologi elektronika, proses komunikasi tidak lagi dibatasi oleh ruang dan waktu. Dengan perkembangan teknologi elektronika terkini (telepon dan internet umpamanya) teknologi komunikasi dapat memfasilitasi dua orang manusia untuk saling berkomunikasi walaupun dipisahkan oleh jarak yang sangat jauh.

Adapun dari sudut pandang kegunaannya, teknologi komunikasi dapat dipakai untuk mencari, membagi, menyimpan, membandingkan dan memutakhirkan informasi.

Hanya saja satu hal yang perlu diperhatikan adalah karena teknologi komunikasi nota bene hasil penemuan negara maju (dalam hal ini Barat) maka harus diwaspadai juga nilai-nilai Barat yang ikut dalam teknologi komunikasi tersebut. Karena bisa jadi nilai-nilai itu tidak sesuai atau bahkan bertentangan dengan nilai-nilai yang ada di masyarakat luar Barat (khususnya masyarakat Islam-pen) (Ana Nadhya Abrar, Teknologi Komunikasi Perspektif Ilmu Komunikasi, Yogyakarta: LESFI, 2003, hal. 1).

Walaupun teknologi dapat membawa kerugian bagi umat Islam, tapi seorang muslim tidak akan (bahkan tidak boleh) bersikap apriori terhadap teknologi. Akan tetapi ia harus bersikap selektif dalam membeli atau memanfaatkan teknologi itu. Sikap muslim terhadap teknologi sangat tergantung pada daya analisisnya terhadap kedudukan teknologi di tengah-tengan agamanya. Karena menurut ajaran Islam, teknologi yang mendapat berkah hanya bisa terwujud dari aklak yang mulia, yang terjalin dalam segenap susunan masyarakt (M. Solly Lubis, Umat Islam dalam Globalisasi, Jakarta: Gema Insani Press, 1997, hal. 22).

Oleh karena itulah, teknologi informasi disamping menambah tantangan bagi dakwah juga mempunyai potensi untuk dimanfaatkan dalam proses dakwah. Terutama karena dengan teknologi komunikasi, dalam hal ini internet, dakwah sebagai sebuah proses komunikasi akan mendapatkan beberapa manfaat, yaitu:

1. Tidak tergantung waktu dan tempat.

Dakwah bukan lagi kegiatan yang dilakukan dalam periode waktu tertentu yang terbatas. Informasi mengenai Islam bisa didapatkan kapan saja dan di mana saja. Informasi tersebar di Internet, jika membutuhkannya cukup mengaksesnya. Kegiatan dakwah bisa terus terjadi dan dilakukan selama 24 jam.

2. Cakupan yang luas.

Informasi yang disebarkan di internet dapat diakses oleh banyak orang. Cakupan dari internet adalah seluruh dunia. Dakwah tidak lagi terbatas untuk kalangan tertentu saja, informasi yang kita sebarkan akan bersifat universal karena semua orang dapat membacanya.

3. Pendistribusian yang cepat.

Internet menjadi media penyebar informasi yang tercepat saat ini. Hanya dalam hitungan detik, informasi yang baru kita tuliskan sudah bisa tersebar kemana-mana. Bayangkan jika digunakan sebagai media dakwah, efektif bukan?.

4. Keragaman cara penyampaian.

Dengan bentuk keragaman yang ditawarkan oleh internet, mulai dari menampilkan bentuk tulisan sampai ke bentuk audio visual yang menarik, maka cara dakwah yang ditempuh dapat beragam. Keragaman ini pulalah yang membuat dakwah melalui internet dapat menjangkau banyak segmen. (Syarif Hidayatullah dan Zulfikar S. Dharmawan, Islam Virtual, Jakarta: Penerbit Mifta, 2003, hal.64)

Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa media yang digunakan dalam berdakwah bisa apa saja, tidak mesti dengan berceramah atau khutbah, tetapi segenap cara dapat dilakukan sepanjang tidak bertentangan dengan aqidah, fikrah, dan akhlaq islami ( Achyar Eldin, Da’wah Stratejik Strategi Politik Da’wah Haraqiyah, Jakarta: Pustaka Tarbiatuna, 2003, hal. 32).





(Dwi Budiman

दक्वः मेऔइ Internet

Teknologi informasi telah menghadirkan media baru dalam penyebaran informasi, yaitu media digital. Informasi yang tidak lagi disusun atas atom-atom – tetapi dalam bit-bit – telah mempercepat dan mempermudah proses penyebarannya. Media ini pun telah mengubah pola pikir manusia yang merupakan respon terhadap kemasan informasi. Contoh perubahan pola pikir tersebut adalah lahirnya e-mail yang mengubah cara berkirim surat, e-business atau e-commerce yang telah mengubah cara berbisnis dengan segala turunannya, termasuk e-cash atau e-money. E-learning menawarkan cakrawala baru proses belajar-mengajar, disusul e-book yang mengubah media pembelajaran. E-government telah membuka babak baru pengelolaan pemerintahan dan mekanisme hubungan antara pemerintah dan masyarakat. Di bidang agama, muncullah e-dakwah.
Buku yang ada di tangan Pembaca ini merupakan usaha untuk memotret perkembangan penggunaan teknologi informasi dalam dakwah (e-dakwah). Buku ini akan mengantarkan Pembaca pada “pintu masuk” diskusi dan kajian yang lebih mendalam tentang penggunaan teknologi informasi untuk dakwah. Buku yang terdiri dari delapan bab ini ditujukan untuk siapapun yang peduli dengan penyebaran nilai-nilai ilahiyah, terutama yang ingin mendapatkan gambaran penggunaan teknologi Internet untuk kepentingan dakwah: mahasiswa, para aktivis organisasi Islam, dan masyarakat terdidik lainnya.
Lebih lanjut, buku ini diharapkan dapat memberikan semangat kepada Pembaca untuk mempelajari dan menguasai teknologi informasi secara lebih serius dan menggunakannya untuk kebaikan.
Sumber :http://www.gavamedia.net/?173,e-dakwah-%28dakwah-melalui-internet%29

तेख्नोलोगी जिहाद उन्तुक्नारासी peradaban

Para penakluk imperium dari jazirah itu menyisakan satu realitas yang lucu. Mereka tumbuh di tengah gurun sahara dan tidak bisa berenang. Itulah yang yang jadi kendala pasukan Muslim saat akan menaklukkan Persia di mana mereka harus menyeberangi sungai Eufrat dan Tigris. Dalam waktu singkat kendala itu bisa dilalui. Sebab itu cuma sungai. Begitu juga ketika pasukan Muslim di bawah komando Amr bin Ash itu harus menaklukkan Mesir dari kolonialisme Romawi. Sebab masih ada jalur darat untuk sampai ke sana.

Kendala menjadi lebih besar ketika Syam, Irak dan Mesir sudah ditaklukkan. Sebab semua ekspansi setelah itu harus melewati laut. Itulah yang menggusarkan Umar bin Khattab. Itu terlalu berisiko. Apalagi ketika beliau bertanya kepada Amr bin ‘Ash tentang suasana di atas kapal di tengah laut. Amr yang cerdas dan humoris melukiskan suasana itu dengan cara yang agak dramatis. Bayangkan saja, ada sebatang pohon yang terapung di atas laut yang berombak, sementara ulat-ulat yang ada dalam batang kayu itu berusaha untuk tetap bertahan dan tidak jatuh atau terseret ombak. Begitu juga manusia-manusia yang ada di atas perahu atau kapal.

Umar bin Khattab tentu saja tidak buta dengan dramatisasi dalam deskripsi Amr bin ‘Ash itu. Tapi ia toh akhirnya menghentikan semua ekspansi yang harus melewati laut. Ada alasan lain memang. Teritori mereka sudah terlalu luas, masyarakat Muslim yang baru ini juga terlalu multi kultur. Persoalannya terletak pada pengendalian. Tapi kemudian kebijakan Umar itu mengalihkan arah ekspansi ke kawasan Asia Tengah dari arah Irak, sementara ekspansi ke arah Cyprus menuju Konstantinopel dihentikan.

Inilaha kemudian yang menjadi pembeda dalam riwayat Umar dan Utsman. Sebab Utsman justru melanjutkan ekspansi ke wilayah-wilayah Romawi. Dan itu memicu penemuan teknologi Maritim dalam sejarah peradaban Islam untuk pengembangan armada laut pasukan Muslim. Dari situlah mereka berekspansi ke teritori terakhir Mesir, Alexandria selanjutnya ke Afrika Selatan dan Utara, lalu membebaskan Cyprus dan Rhodes. Itu di luar ekspansi yang berlanjut ke Armenia. Jadi hampir seluruh koloni Romawi sudah jatuh ke tangan Islam sejak saat itu. Yang tersisa adalah pusat kekuasaan mereka di Timur, Konstantinopel, dan di barat Roma. Putera Heraklius, Constantine, bahkan dibunuh pasukannya sendiri di kamar mandinya di Cyprus akibat kekalahan bertubi-tubi itu. Tujuh abad kemudian, dengan armada laut pula Muhammad Al-Fatih membebaskan Konstantinopel yang sudah terlalu lama terkepung dan kesepian.

Peradaban adalah sebuah narasi besar. Tapi para mujahid itu telah mengubah narasi besar itu menjadi kapasitas besar. Maka mereka mengembangkan teknologi jihad untuk mengimbangi narasi besar mereka. Teknologi berkembang mengikuti semangat jihad mereka. Dan bukan hanya ketika ada teknologi baru mereka berjihad. Mereka adalah para mujahid pembelajar. Lalu, takdir sejarah mempertemukan dua kekuatan dahsyat itu; narasi peradaban untuk generasi penakluk. Jadi kalau kamu punya cita-cita besar, kamu harus menjadi pembelajar cepat. Pembelajaran niscaya akan mengubahmu menjadi penakluk. [Anis Matta, sumber : Serial Pembelajaran, Majalah Tarbawi]
Diposkan oleh Admin BeDa
Sumber :http://muchlisin.blogspot.com/2009/11/teknologi-jihad-untuk-narasi-peradaban.html

Minggu, 23 Mei 2010

MEMAHAMI MAKNA DAKWAH

Istilah dakwah berasal dari bahasa Arab: da'a, yad'u, da'wah. Artinya mengajak, menyeru, memanggil, menganjurkan.

Dakwah yang kita maksudkan di sini adalah mengajak, menyeru, memanggil atau menganjurkan manusia untuk tetap berada di jalan yang diridhlai Allah SWT. Bukan jalan yang dimurkai dan disesatkan-Nya.

Perlu dicamkan, sebelum berdakwah kepada orang lain, seorang muslim atau seorang pendakwah (da'i/da'iyat) harus mampu mendakwahi dirinya sendiri. Ia harus terlebih dahulu menghiasi dirinya dengan Iman, Islam dan Ihsan yang menyatu dalam pikir, sikap dan perlikunya sehari-hari.

Sejarah telah menunjukkan, keberhasilan dakwah Nabi Muhammad SAW lebih banyak karena faktor keteladanan yang ditunjukkannya. Bukan faktor kuantitas dan formalitas dakwahnya. Bila keteladanan hilang, maka seruan, ajakan, panggilan dan anjuran dari para pendakwah tidak akan memberi makna apa-apa bagi masyarakat.

Dakwah Menapaki Jalan Para Nabi

Dakwah merupakan tradisi yang mulia. Ia tradisi dari para nabi dan rasul. Siapapun yang melaksanakan tradisi ini, akan memperoleh kemuliaan dan kebahagiaan. Dalam tradisi agama samawi (islam, Nasrani dan Yahudi), dakwah adalah kewajiban. Setiap pemuluk agama samawi diwajibkan untuk mengabarkan ajaran-ajaran agama pada seluruh umat manusia. Tentunya dengan kemampuan masing-masing. Dalam Islam misalnya, junjungan Nabi SAW menegaskan: "Sampaikanlah ajaranku walau satu ayat".

Karena kewajiban tersebut, maka setiap muslim di manapun, kapanpun dan dengan siapapun harus selalu mendakwahkan agamanya. Hal ini menuntut setiap muslim untuk terus-menerus mendalami ajaran agama dan memperbaiki dirinya dengan etika dan moralitas keagamaan. Dengan kata lain, kita dituntut untuk terus-menerus berakhlak baik (akhlakul karimah). Hanya dengan demikian, dakwah akan masuk dan diterima orang lain.

Seperti juga Nabi dan Rasul. Mereka tidak melepaskan diri dari Allah barang sedikitpun. Hal ini harus diteladani oleh setiap muslim dalam menjalankan kewajiban dakwahnya. Jangan sampai hati dan perbuatan kita lalai dari Allah. Memang, kita bukan Nabi atau Rasul. Namun upaya menjaga diri untuk terus-menerus dekat dengan Allah (taqorub ilallah) menjadi kewajiban kita sebagai penerus jejak mereka.

Jika kita sudah mengetahui dan memahami bahwa dakwah adalah kewajiban untuk terus-menerus belajar, ini akan membuat kita semakin tahu siapa diri kita. Bila itu sudah tercapai, kita akan tahu siapa Tuhan kita. Kombinasi pengetahuan dan pemahaman akan diri dan Tuhan ini, akan membawa pada dakwah yang efektif dan efisien. Itulah dakwah para Nabi dan Rasul. Terbukti dakwah mereka berhasil membawa umat dari kegelapan ke jalan yang terang benderang (minadzulumati ilannuri).

wallohu a'lam bish-shawab,-




Ilmu merupakan harta abstrak titipan Allah Subhanahu wata'ala kepada seluruh manusia yang akan bertambah bila diamalkan, salah satu pengamalannya adalah dengan membagi-bagikan ilmu itu kepada yang membutuhkan.
Janganlah sombong dengan ilmu yang sedikit, karena jika Allah Subhanahu wata'ala berkehendak ilmu itu akan sirna dalam sekejap, beritahulah orang yang tidak tahu, tunjukilah orang yang minta petunjuk, amalkanlah ilmu itu sebatas yang engkau mampu.


Sumber : http://www.mail-archive.com/mencintai-islam@yahoogroups.com/msg01100.html